
M Danial Bangu lahir di Gorontalo 23 Juni 1980, menulis puisi sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, Juara tiga lomba tulis baca puisi tingkat Kotamadya Gorontalo tingkat SMP-Tsanawiyah. Pernah mebacakan puisi-puisi karyanya di dalam bus kota Jakarta tahun 1998-1999, tulisannya pernah termuat dalam tabloid Nova, Gorontalo Post, Suara Publik. Mengajar baca tulis Al-Qur’an dan teater untuk anak-anak kurang mampu di Yogyakarta dan bersama beberapa rekan STIMIK-AMIK Proactive Yogyakarta mendirikan Teater Arus Tengah. Blog pribadinya memakai alamat: http:// gorontalojo.blogspot.com
Jakarta
Hampir saja semua tenggelam
Atau mungkin teori terlalu lengkap
Hingga makin rumit mencari titik temu
yang tidak mengganggu jatah dan upeti
Seluruh pundi bisa saja terisi
Namun konglomerasi tidak sekedar basa basi
Hampir saja semua buntu
Atau mungkin rapat sangat padat
Peraturan yang berlaku singkat
Dan biarlah begini adanya
Menunggu keajaiban lalu semua terbang
Hampir saja semua ingin
Datang berbondong sekuat angin
Entahlah... walau makan cacing
Pesta yang Memaksa
Tegar ingin menikah
Ia sarjana yang masih muda
Dari keluarga sederhana saja
Bersusah payah dicarinya kerja
Walau itu jauh di kota
Nikahilah aku secepatnya
Kata pacarnya selalu teringiang di telinga
Ayah sang pacar inginkan pesta
Bukan sekedar ayam dan kambing saja
Tak peduli mau hutang di mana
Betapa susahnya mencari kerja
Ada kerja namun sekedar komisi sedapatnya
Kerja kantoran banyak diisi wanita
Cerdas dan ada yang masih muda belia
Yang sudah tua makin banyak inginnya
Punya tabungan dari hasil kerja
Adalah mimpi dan semangatnya
Walau lamaran berkata belum ada
Tekadnya kuat tetap membara
Banyak pintu selalu dicoba
Ketika mulai putus asa
Datanglah kabar ia diterima
Pada bagian yang sesuai disiplin ilmunya
Tegar tertawa seakan tak percaya,
Wulan… kita akan menikah dengan pesta
Begitu katanya berbahagia
Belum setahun ia bekerja
Tabungan dirasa cukup sesuai mimpinya
Sebab terkadang ia berpuasa
Tidak merokok dan menahan rasa
Namun… ada yang memandangnya istimewa
Dengan keinginan yang terkesan memaksa
Kepala HRD terlanjur jatuh cinta
Tegar sering menghindar demi cintanya
Wulan telah merasuk dalam jiwa
Ratih sering menangis hatinya nestapa
Hati Tegar akhirnya luluh tak tega
Pimpinannya itu memang semakin tua
Karena iba ia diam-diam menerima
Diberikannya puncak asmara
Kesuburan jelas terlihat adanya
Ratih kini gembira ria
Hingga sampailah ke telinga Wulan yang murka
Ia tak sudi berbagi cinta
Ayahnya termenung di kursi tua
Jakarta, 2010
Masa
Perlahan engkau kumpulkan cahaya
tenang meliuk gemulai semua tangkai
pada kerongkongan tunas semua harapan
ketika menanam riang yang bergegas
saat memetik nikmat tersenyum...
Kepada mereka ribut berburu
menuai resah lalu memacu
menabrak kepingan masa
hiasan legam meledak pecah
memekik rasa...
di awang-awang
Bila semua tlah dikumpulkan
bersama cahaya engkau kan pulang
Semarang, September 2011
Zaman Santri
Tenggelam diri tenggelam
Menjadi ikan, jauh menyelam
Dunia gelap tubuh tak legam
Melahap kitab nafsu diredam
Kasih sayang tak pernah padam
Bertambah ilmu bertambah malu
Luas samudra seujung kuku
Apalah daya dalam dirimu
Bila sholat tanpa ilmu
Lalu makan yang bukan hartamu
Alangkah nikmat menjadi santri
Merenda hari bersama pelangi
Cahaya menembus menyapa hati
Semangat subuh menopang pagi
Mandi dzikir sepanjang hari
Mei, 2011
Elang
Burung-burung menyeruak keluar dari dadaku
turun naik lalu menukik
deru angin jadikan gagah elang-elangku
kibasan bulu mereka hentakkan kilau mentari
menantang badai kuat cengkraman
tangguh tiada keluh
Wajah elang wajah keteguhan
terbang... terbang mereka dari dadaku
teman matahari sahabat angkasa
mereka dzikir nikmatnya hutan
berkelebatan perkasa di awan
mereka terbang dari dadaku
Depok, Oktober 2011